Minggu, 17 Agustus 2008

Sepakbola

Aku mulai menyukai olahraga sepakbola sejak umur berapa ya ? Kira-kira umur 9 tahun, ya, aku ingat betul, waktu itu aku duduk di bangku SD kelas 6.

Umur 9 tahun bukanlah umur yang dini untuk menyukai sepakbola karena pada umumnya anak laki-laki sudah menyukai tendang-menendang bola sejak bocah, umur 4 tahun mereka menendang bola plastik yang berukuran kecil. Menendang bola adalah hal yang menyenangkan, menyenangkan pikir mereka mungkin, karena mengeluarkan energi untuk menendang bola seperti mengeluarkan air seni, nikmat dan berasa. Aku sering melihat anak-anak kampung bermain bola di lapangan yang penuh debu, mereka berlari-lari mengejar bola dengan badan basah oleh keringat dan tentu saja dengan suara-suara tawa yang terdengar riang. Mereka berusia paling kecil 5 tahun. Bola yang mereka tendang adalah bola sepak ukuran dewasa yang sudah rusak.

Pada awal aku melihat orang-orang bermain bola, aku sama sekali tidak tertarik dengan olahraga ini. Aku pikir mengejar bola kesana kemari adalah pekerjaan yang bodoh. Aku pikir permainan ini tidak menyenangkan, tidak berseni dan melelahkan. Karena sama sekali tak tertarik, tiap kali teman-temanku mengajak aku bermain bola aku selalu menolak dengan alasan tidak bisa. Meski aku tidak dapat bermain sepakbola teman-temanku tidak pernah mengejekku karena aku adalah pelari sprint yang luar biasa, dalam permainan benteng, aku adalah jagonya. Permainan ini adalah permainan yang membutuhkan dua tim dengan dua benteng, sprint dibutuhkan dalam hal ini karena pemain mesti menyentuh benteng lawan tanpa disentuh oleh musuh. Teman-temanku bilang jika aku mau mengubah pandanganku tentang bola, aku pasti bisa bermain bola atau bahkan melebihi kemampuan teman-temanku. Tetapi pada dasarnya tidak suka ya tidak suka, teman masa kecilku tidak pernah melihatku bermain bola.

Waktu aku berumur 9 tahun, Piala Dunia 1998 bergulir, aku dapat merasakan euforianya dimana-mana terutama di TV dan dari memperhatikan obrol-obrolan teman-temanku. Teman-teman dekatku sering mengajakku untuk menjadi pemerhati bola, mengumpulkan poster pemain sepakbola misalnya. Hal itu sangat menyenangkan, melihat data pemain, statistik pertandingan, menjadi pendukung suatu kesebelasan atau pemain atau memperhatikan logo suatu tim. Perlahan-lahan paradigma itu berubah, puncaknya terjadi pada tahun 1999 saat aku memutuskan untuk menajdi pendukung klub asal Italia, Juventus. Saat itu Juventus diperkuat seorang pemain yang berperan besar membawa Perancis menjadi juara dunia, Zinedine Zidane.

Sekarang tahun 2008, pertengahan Agustus, Piala Eropa 2008 sudah hampir 2 bulan berlalu, sudah 9 tahun sejak aku mengambil keputusan untuk menjadi football fans, banyak hal yang aku pelajari dari olahraga ini. Sepakbola banyak mengajarkan tentang fair play dan kekompakan membangun sebuah tim. Kita hidup sebagai manusia sebenarnya tidak lepas dari pertanggung jawaban kita nanti di akhirat. Allah SWT tidak menuntut banyak kepada manusia. Dalam Al-Quran Al-Bayyinah Allah menuntut kita untuk mempunyai perilaku fair play atau biasa disebut akhlak mulia, hal ini termasuk jujur dan adil. Jujur dan adil itu diperlukan dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, sudah banyak contoh korupsi yang tidak jujur menghancurkan kehidupan negara ini, kiranya sepakbola banyak mengajarkan hal-hal baik kepadaku. Hal lain yang dapat aku ambil hikmah dari fotbol adalah kekompakan membangun sebuah tim. Suatu tim tidak bisa terbentuk kalau para pemainnya tidak kompak. Dalam kehidupan yang sebenarnya, sesungguhnya juga bisa diambil hikmah yaitu hubungan sesama manusia atau ukhuwah islamiyah. Kekuatan kekompakan dapat melahirkan kekuatan yang membuat satu tujuan atau misi dapat terlaksana dengan baik. Suatu tujuan dapat diraih dengan mudah bila suatu masyarakat hidup rukun sesamanya, tidak cekcok atau memunculkan sikap individual satu sama lain. Hal ini sangat berguna dalam membangun sebuah bangsa.

Hidup sepakbola !

Jumat, 15 Agustus 2008

Malas

Pagi itu jam 5.00 WITA, aku masih setengah bangun, lalu terdengar adzan shubuh. Ah berat rasanya membuka kelopak mata untuk bangkit dan mengambil air wudhu seperti halnya yang harus dilakukan setiap muslim. Tidur pun aku lanjutkan kembali kali ini lebih nyenyak karena nyatanya aku baru bangun jam 10.00 ! Saat bangun aku teringat bahwa aku tidak menunaikan kewajiban salah satu dari lima rukun Islam itu.

Malas, hal ini menyelimutiku dalam 5 tahun terakhir. Tercatat bahwa aku sering bermalas-malasan di tempat tidur seperti kejadian di atas dalam 5 tahun belakangan. 5 tahun karena sebelumnya aku tidak seperti ini. Sebelumnya aku termasuk anak yang rajin, rajin membantu orang lain, mengerjakan PR dan terutama bangun pagi.

Aku sedih melihat perilakuku ini. Ingin kuubah tapi sulit rasanya karena malas termasuk nafsu yang sangat besar. Sangat besar untuk bisa dicegah agar tidak dilakukan. Aku sudah berumur 20 tahun sekarang dan aku telah duduk di bangku kuliah. Harus ada sedikit kedewasaan untuk merubah perilaku-perilaku buruk.

Aku terkadang berpikir untuk menganggap bahwa tidak perlu lagi merasakan kesenangan dalam hidupku. Ini semua karena aku seperti dilanda penyesalan untuk membayar perilaku buruk selama 5 tahun. Sudah, tidak usah lagi ada main PS, internetan dan termasuk tidur di pagi hari untuk membalas semuanya. Tidak enak memang tapi ini seperti sumpah untuk bangkit menuju hidup yang berkualitas.

Aku pikirkan dampaknya, karena malas ini syukur-syukur aku bisa lulus SMA, nilai-nilai kuliahku betul-betul jeblok. Di SMA aku sudah malas belajar, sewaktu UAN aku dibantu contekan oleh temanku, tapi ini hanya satu mata pelajaran yaitu matematika. Parahnya, lulus SMA aku masuk jurusan matematika ! Syukur-syukur bisa lulus UAN matematika eh ini kok ketemu sama matematika lagi. Matematika tentu saja tidak mengizinkan orang malas sepertiku untuk menguasainya. Aku tidak berbahagia dengan nilai-nilaiku selama 2 tahun kuliah karena sama sekali tidak bisa dibilang bagus.

Semoga malas ini menjadi pelajaran bagi setiap orang, untuk tidak mengikutinya.